BERI KESEMPATAN TUHAN BEKERJA PADA HIDUP KITA
Anda
pasti pernah mendengar tentang kisah hidup Imelda Wigoena seorang
mantan juara dunia bulu tangkis era 1980-an. Ia adalah peraih medali
emas ganda putri Asian Games
di Bangkok 1978, dua kali memperoleh medali emas sebagai juara ganda
putri dan
campuran kejuaraan All England 1979, dan pada SEA Games 1985. Imelda
sebelumnya
belum bertobat. Ia baru sungguh-sungguh
melayani Tuhan sejak tahun 1981. Siapa
sangka
pertobatannya akhirnya membawa perubahan yang luar biasa dalam hidup
dan keluarganya. Sebuah hentakan mewarnai kehidupan Imelda.
Usaha yang dibangun mengalami kebangkrutan. Masalah keuangan mulai
membelenggu,
uang dibawa kabur oleh seseorang, mobil disita, bahkan rumah pun hampir
hilang. Teman,
saudara seiman, orang-orang dekat menjadi pengkhianat. Fitnahan terjadi di mana-mana. Hubungan bisnis menjadi kacau, dan masalah-masalah
lain yang berkecamuk. Kehidupan terasa sangat berat. Mengapa Tuhan membiarkan
ini terjadi? Di manakah Tuhan?
Perasaan yang sama barangkali yang dialami pemazmur. Ia
menceritakan pengalaman sulit dalam hidupnya. Ia berkata, “….hidupku habis dalam duka dan tahun-tahun
umurku dalam keluh kesah, kekuatanku merosot karena sengsaraku, dan tulang-tulangku
menjadi lemah” ( Mazmur 31:11).
Pemazmur pantas merasa kecewa
kepada Tuhan, karena sebagai orang
baik ia seakan tidak merasa manfaat apa-apa dari kebaikannya. Karena itu
pemazmur mengungkapkan penderitaannya lebih nyata lagi. “Aku telah hilang dari
ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah. Sebab aku mendengar banyak orang
berbisik-bisik, …. Mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud
mencabut nyawaku” (Mazmur 31:13-14). Dimanakah Tuhan? Mengapa Tuhan membiarkan ini
terjadi?
Pertanyaan ini memang menyimpan persoalan teologis yang sangat pelik. Kalau Tuhan mahakuasa, tentunya Tuhan berkuasa mencegah manusia berbuat jahat. Tetapi mengapa Tuhan tidak mencegahnya? Sebenarnya Tuhan sudah mencegah orang berbuat jahat. Ia berbisik dalam hati nurani orang itu untuk membatalkan niat jahat. Tetapi cara Tuhan mencegah, bukan dengan memaksa. Tuhan memang berkuasa, tetapi Tuhan tidak bisa memakai kuasa-Nya untuk memaksa orang agar berbuat baik. Di sinilah letak misteri tentang Tuhan. Karena itu Olivier Clement, teolog terkemuka, menulis dalam bukunya : Taize – A Meoning to Life ia berkata, “Memang Allah Maha Berdaya, tetapi kemaha-berdayaan-Nya itu terwujud justeru dalam bentuk ketidakberdayaan. Ia membiarkan manusia bebas, dan kebebasan ini bisa dipakai untuk berbuat baik atau berbuat jahat….Allah tidak berdaya, kecuali melalui hati orang yang rela membuka diri terhadap Allah. Tetapi pada saat hati orang betul-betul terbuka, maka masuklah Allah bagaikan aliran cahaya, aliran damai, dan aliran cinta”. Saat kita dalam pergumulan dan penderitaan, dimanakah Allah? Allah ada dalam hati kita. Ia tidak memaksa kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya. Ia menunggu kita berteriak mencari Dia, dan saat itulah Tuhan bekerja di dalam hati kita. Ia memulihkan kita. Pemazmur berteriak mencari Tuhan katanya, “Kasihilah aku, ya Tuhan, sebab aku merasa sesak, karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku” (Mazmur 31:10). Pemazmur membuka hatinya kepada Tuhan, maka pada saat itulah Tuhan mulai bekerja dalam hidupnya. Ia berkata, tetapi aku kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan, aku berkata : “Engkaulah Allahku” (Mazmur 31:.15). Keyakinan pemazmur ini juga menjadi keyakinan kita. Keyakinan yang sama dirasakan oleh Imelda Wigoena. Pengalaman sedih masa lalu hidupnya, ternyata dia ceritakan untuk mengenang kebaikian Tuhan atas hidup dan keluarganya. Kehidupannya saat ini jauh lebih baik dibandingkan saat ia menjadi Juara Dunia Bulu Tangkis. Selama 12 tahun dia melewati peliknya masalah, dengan doa, tangisan, serta kerja keras. Semua rintangan itu dihadapi dengan tabah oleh Imelda bersama suaminya.
Kini Imelda berucap, “Tuhan baik. Dia membela saya. Persoalanku bisa terselesaikan, karakterku diubahkan, itu mukjizat-Nya yang memulihkanku. Ternyata benar, sabar dan berdoa, itu sikap yang tepat untuk menghadapi kesulitan”.
Pertanyaan ini memang menyimpan persoalan teologis yang sangat pelik. Kalau Tuhan mahakuasa, tentunya Tuhan berkuasa mencegah manusia berbuat jahat. Tetapi mengapa Tuhan tidak mencegahnya? Sebenarnya Tuhan sudah mencegah orang berbuat jahat. Ia berbisik dalam hati nurani orang itu untuk membatalkan niat jahat. Tetapi cara Tuhan mencegah, bukan dengan memaksa. Tuhan memang berkuasa, tetapi Tuhan tidak bisa memakai kuasa-Nya untuk memaksa orang agar berbuat baik. Di sinilah letak misteri tentang Tuhan. Karena itu Olivier Clement, teolog terkemuka, menulis dalam bukunya : Taize – A Meoning to Life ia berkata, “Memang Allah Maha Berdaya, tetapi kemaha-berdayaan-Nya itu terwujud justeru dalam bentuk ketidakberdayaan. Ia membiarkan manusia bebas, dan kebebasan ini bisa dipakai untuk berbuat baik atau berbuat jahat….Allah tidak berdaya, kecuali melalui hati orang yang rela membuka diri terhadap Allah. Tetapi pada saat hati orang betul-betul terbuka, maka masuklah Allah bagaikan aliran cahaya, aliran damai, dan aliran cinta”. Saat kita dalam pergumulan dan penderitaan, dimanakah Allah? Allah ada dalam hati kita. Ia tidak memaksa kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya. Ia menunggu kita berteriak mencari Dia, dan saat itulah Tuhan bekerja di dalam hati kita. Ia memulihkan kita. Pemazmur berteriak mencari Tuhan katanya, “Kasihilah aku, ya Tuhan, sebab aku merasa sesak, karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku” (Mazmur 31:10). Pemazmur membuka hatinya kepada Tuhan, maka pada saat itulah Tuhan mulai bekerja dalam hidupnya. Ia berkata, tetapi aku kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan, aku berkata : “Engkaulah Allahku” (Mazmur 31:.15). Keyakinan pemazmur ini juga menjadi keyakinan kita. Keyakinan yang sama dirasakan oleh Imelda Wigoena. Pengalaman sedih masa lalu hidupnya, ternyata dia ceritakan untuk mengenang kebaikian Tuhan atas hidup dan keluarganya. Kehidupannya saat ini jauh lebih baik dibandingkan saat ia menjadi Juara Dunia Bulu Tangkis. Selama 12 tahun dia melewati peliknya masalah, dengan doa, tangisan, serta kerja keras. Semua rintangan itu dihadapi dengan tabah oleh Imelda bersama suaminya.
Kini Imelda berucap, “Tuhan baik. Dia membela saya. Persoalanku bisa terselesaikan, karakterku diubahkan, itu mukjizat-Nya yang memulihkanku. Ternyata benar, sabar dan berdoa, itu sikap yang tepat untuk menghadapi kesulitan”.
(Dermawisata J.Baen)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar