Nampaknya andil kaum
perempuan dalam keberhasilan pelayanan akan kemuliaan nama Tuhan, memang
benar-benar luar biasa. Hal ini malah sudah terjadi sejak di zaman Tuhan Yesus. Dalam Injil Lukas 8:1-3 mencatat bahwa beberapa waktu setelah peristiwa Yesus diurapi oleh
perempuan berdosa, maka Yesus berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain
untuk memberitakan kerajaan Allah. Tentu saja selain kedua belas
murid yang mengikuti Yesus, para wanita yang telah mengalami mujizat kesembuhan
oleh Yesus, bahkan yang sudah memperoleh pengampunan dosa juga banyak mengikuti dan melayani Yesus. Perempuan-perempuan itu dikatakan
melayani rombongan dengan kekayaan mereka. Kekayaan disini tidak saja hanya
berarti kekayaan hati untuk melayani, tetapi kekayaan disini memang benar-benar
dalam arti materi, karena hal ini telah ditunjukkan oleh seorang perempuan yang
berdosa meminyaki kaki Yesus dengan
minyak wangi yang mahal (Lukas 7:36-50). Bagaimana tanggapan orang pada umumnya
tentang sikap perempuan ini? Simon yang mengundang Yesus datang ke rumahnya
justeru jatuh ke dalam sikap menghakimi sesama, dia mewakili pandangan
orang-orang pada umumnya bahwa menumpahkan minyak wang yang mahal di kaki Yesus
adalah tindakan pemborosan! Tetapi Simon
justeru tidak menyadari bahwa ia sendiri justeru melanggar budaya Yahudi, bahwa
seorang tuan rumah yang baik, biasanya menyediakan air pembasuhan kaki,
memberikan ciuman kudus dan memercikkan minyak wangi ke atas kepala sang tamu
sebagai penghormatan. Mengapa Simon tidak melakukannya, sementara si perempuan
berdosa melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Simon? Nah disinilah
kita melihat bahwa orang yang merasa dirinya
benar, yang merasa dirinya baik, tentu tidak memerlukan Allah. Tetapi si
perempuan datang kepada Yesus dengan
keyakinan bahwa di dalam Yesus ada pengampunan.
Ia sadar dirinya berdosa, Itu sebabnya ia melakukan penghormatan kepada Yesus
dalam rangka menunjukkan pertobatannya.
Apakah keseriusan kaum perempuan dalam mengikuti dan melayani Yesus di masa
kini masih karena motivasi yang sama seperti halnya pada zaman Yesus? Lalu mungkinkah
kaum laki-laki masih menganggap keseriusan kaum perempuan dalam melayani
bahkan keberanian mereka untuk menyisihkan harta bendanya atau waktunya untuk
pelayanan, sebagai pemborosan? Kita tidak berani berspekulasi dalam menjawab
hal ini. Namun yang pasti kita perlu acungkan jempol
untuk kaum perempuan di jemaat kita masing-masing
(Dermawisata J.Baen)