Selasa, 24 November 2015

PERAN SERTA KAUM PEREMPUAN DI GEREJA KALIMANTAN EVANGELIS (GKE)

Kalau diminta jujur, maka kita akan berkata dengan bangga bahwa keberhasilan GKE secara keseluruhan di Kalimantan adalah sebagian besar hasil dari  sumbangsih kaum perempuan. Hal ini tentu tidak bisa kita pungkiri, karena pada kenyataannya berdasarkan data pekerja GKE pada Almanak Nas tahun 2010 saja contohnya, dari 700 orang pekerja, hanya 319 dari antaranya laki-laki, sedangkan sisanya perempuan sebanyak 381 orang. Kemudian dari 551 orang pendeta, terdapat 381 orang perempuan, sedangkan laki-lakinya hanya sebanyak 231 orang. Demikian pula partisipasi kaum perempuan di bidang kategorial, Seksi Pelayanan Perempuanlah yang terbukti  paling solid dan efektif dibadingkan kelompok kategorial lainnya.
Nampaknya andil kaum perempuan dalam keberhasilan pelayanan akan kemuliaan nama Tuhan, memang benar-benar luar biasa. Hal ini malah sudah terjadi sejak di zaman Tuhan Yesus.  Dalam Injil Lukas 8:1-3 mencatat bahwa beberapa waktu setelah peristiwa Yesus diurapi oleh perempuan berdosa, maka Yesus berkeliling dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memberitakan kerajaan Allah. Tentu saja selain kedua belas murid yang mengikuti Yesus, para wanita yang telah mengalami mujizat kesembuhan oleh Yesus, bahkan yang sudah memperoleh pengampunan dosa juga banyak mengikuti dan melayani Yesus. Perempuan-perempuan itu dikatakan melayani rombongan dengan kekayaan mereka. Kekayaan disini tidak saja hanya berarti kekayaan hati untuk melayani, tetapi kekayaan disini memang benar-benar dalam arti materi, karena hal ini telah ditunjukkan oleh seorang perempuan yang berdosa   meminyaki kaki Yesus dengan minyak wangi yang mahal (Lukas 7:36-50). Bagaimana tanggapan orang pada umumnya tentang sikap perempuan ini? Simon yang mengundang Yesus datang ke rumahnya justeru jatuh ke dalam sikap menghakimi sesama, dia mewakili pandangan orang-orang pada umumnya bahwa menumpahkan minyak wang yang mahal di kaki Yesus adalah tindakan pemborosan!  Tetapi Simon justeru tidak menyadari bahwa ia sendiri justeru melanggar budaya Yahudi, bahwa seorang tuan rumah yang baik, biasanya menyediakan air pembasuhan kaki, memberikan ciuman kudus dan memercikkan minyak wangi ke atas kepala sang tamu sebagai penghormatan. Mengapa Simon tidak melakukannya, sementara si perempuan berdosa melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan oleh Simon? Nah disinilah kita melihat bahwa orang yang merasa dirinya benar, yang merasa dirinya baik, tentu tidak memerlukan Allah. Tetapi si perempuan  datang kepada Yesus dengan keyakinan bahwa di dalam Yesus  ada pengampunan. Ia sadar dirinya berdosa, Itu sebabnya ia melakukan penghormatan kepada Yesus dalam rangka menunjukkan pertobatannya.
Apakah keseriusan kaum perempuan dalam mengikuti dan melayani Yesus di masa kini masih karena motivasi yang sama seperti halnya pada zaman Yesus? Lalu  mungkinkah  kaum laki-laki masih menganggap keseriusan kaum perempuan dalam melayani bahkan keberanian mereka untuk menyisihkan harta bendanya atau waktunya untuk pelayanan, sebagai pemborosan? Kita tidak berani berspekulasi dalam menjawab hal ini. Namun yang pasti kita perlu acungkan jempol untuk kaum perempuan di jemaat kita masing-masing
(Dermawisata J.Baen)

BERI KESEMPATAN TUHAN BEKERJA PADA HIDUP KITA

Anda pasti pernah mendengar tentang kisah hidup Imelda Wigoena seorang mantan juara dunia bulu tangkis era 1980-an. Ia adalah peraih medali emas ganda putri Asian Games di Bangkok 1978, dua kali memperoleh medali emas sebagai juara ganda putri dan campuran kejuaraan All England 1979, dan pada SEA Games 1985. Imelda sebelumnya belum bertobat.  Ia baru sungguh-sungguh melayani Tuhan  sejak tahun 1981. Siapa sangka pertobatannya akhirnya membawa perubahan yang luar biasa dalam hidup dan keluarganya.  Sebuah hentakan mewarnai kehidupan Imelda. Usaha yang dibangun mengalami kebangkrutan. Masalah keuangan mulai membelenggu, uang dibawa kabur oleh seseorang, mobil disita, bahkan rumah pun hampir hilang. Teman, saudara seiman, orang-orang dekat menjadi pengkhianat. Fitnahan terjadi di mana-mana. Hubungan bisnis menjadi kacau, dan masalah-masalah lain yang berkecamuk. Kehidupan terasa sangat berat. Mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi? Di manakah Tuhan?
Perasaan yang sama barangkali yang dialami pemazmur. Ia menceritakan pengalaman sulit dalam hidupnya. Ia berkata,  “….hidupku habis dalam duka dan tahun-tahun umurku dalam keluh kesah, kekuatanku merosot karena sengsaraku, dan tulang-tulangku menjadi lemah” ( Mazmur 31:11).  Pemazmur  pantas merasa kecewa kepada Tuhan, karena sebagai orang baik ia seakan tidak merasa manfaat apa-apa dari kebaikannya. Karena itu pemazmur mengungkapkan penderitaannya lebih nyata lagi. “Aku telah hilang dari ingatan seperti orang mati, telah menjadi seperti barang yang pecah. Sebab aku mendengar banyak orang berbisik-bisik, …. Mereka bersama-sama bermufakat mencelakakan aku, mereka bermaksud mencabut nyawaku” (Mazmur 31:13-14).  Dimanakah Tuhan? Mengapa Tuhan membiarkan ini terjadi?  

Pertanyaan ini memang menyimpan persoalan teologis yang sangat pelik. Kalau Tuhan mahakuasa, tentunya Tuhan berkuasa mencegah manusia berbuat jahat. Tetapi mengapa Tuhan tidak mencegahnya?  Sebenarnya Tuhan sudah mencegah orang berbuat jahat. Ia berbisik dalam hati nurani orang itu untuk membatalkan niat jahat.  Tetapi cara Tuhan mencegah, bukan dengan memaksa. Tuhan memang berkuasa, tetapi Tuhan tidak bisa memakai kuasa-Nya  untuk memaksa orang agar berbuat baik. Di sinilah letak misteri tentang Tuhan.  Karena itu Olivier Clement, teolog terkemuka, menulis dalam bukunya : Taize – A Meoning to Life  ia berkata, “Memang Allah Maha Berdaya, tetapi kemaha-berdayaan-Nya itu terwujud justeru dalam bentuk ketidakberdayaan. Ia membiarkan manusia bebas, dan kebebasan ini bisa  dipakai untuk berbuat baik atau berbuat jahat….Allah tidak berdaya, kecuali melalui hati orang yang rela membuka diri terhadap Allah. Tetapi pada saat hati orang betul-betul terbuka, maka masuklah Allah bagaikan aliran cahaya, aliran damai, dan aliran cinta”.  Saat kita dalam pergumulan dan penderitaan, dimanakah Allah? Allah ada dalam hati kita. Ia tidak memaksa kita untuk meminta pertolongan kepada-Nya. Ia menunggu kita berteriak mencari Dia, dan saat itulah Tuhan bekerja di dalam hati kita. Ia memulihkan kita. Pemazmur berteriak mencari Tuhan katanya, “Kasihilah aku, ya Tuhan, sebab aku merasa sesak, karena sakit hati mengidaplah mataku, meranalah jiwa dan tubuhku” (Mazmur 31:10).  Pemazmur membuka hatinya kepada Tuhan, maka pada saat itulah Tuhan mulai bekerja dalam hidupnya. Ia berkata, tetapi aku kepada-Mu aku percaya, ya Tuhan, aku berkata : “Engkaulah Allahku” (Mazmur 31:.15).  Keyakinan pemazmur  ini juga menjadi keyakinan kita. Keyakinan yang sama dirasakan oleh Imelda Wigoena. Pengalaman sedih masa lalu hidupnya, ternyata dia ceritakan untuk mengenang kebaikian Tuhan atas hidup dan keluarganya. Kehidupannya saat ini  jauh lebih baik dibandingkan saat ia menjadi Juara Dunia Bulu Tangkis. Selama 12  tahun dia melewati peliknya masalah, dengan doa, tangisan, serta kerja keras. Semua rintangan itu dihadapi dengan tabah oleh Imelda bersama suaminya. 
Kini Imelda berucap,  “Tuhan baik. Dia membela saya. Persoalanku bisa terselesaikan, karakterku diubahkan, itu mukjizat-Nya yang memulihkanku.
Ternyata benar, sabar dan berdoa, itu sikap yang tepat untuk menghadapi kesulitan”.
(Dermawisata J.Baen)

Senin, 23 November 2015

SETIAP WARGA NEGARA HARUS TUNDUK KEPADA PEMERINTAH

Pernah merasa hidup sebagai pendatang? Sebagai seorang pendatang kadang kala tidak  menyenangkan, bisa disambut dengan baik, tetapi bisa juga dicurigai. Seorang pendatang biasanya juga kadang tidak punya hak apa pun. Di dalam kitab suci umat Kristiani para pengikut Kristus diandaikan sebagai “pendatang dan perantau”  di dunia ini. Kewarga-negaraan mereka selain di dunia ini, ia juga sebagai  calon warga Kerajaan surga (1 Petrus 2:11). Meskipun mereka sebagai pendatang di dunia ini, bukan berarti mereka harus menyesuaikan hidupnya dengan dunia ini (bdk. Rm.12:2).  Ia harus tetap memiliki hidup yang saleh, supaya ketika ada orang yang memfitnahnya sebagai orang yang bercela, maka mereka akan belajar dari perbuatan kita yang baik dan memuliakan Allah pada saat keselamatan sampai ke rumah mereka.

Salah satu bentuk kesalehan adalah tunduk kepada mereka yang memiliki otoritas, sekalipun otoritas mereka kadang menyebabkan tidak memberi kenyamanan kepada kita. Memang tidak dijelaskan secara rinci apa saja bentuk otoritas yang harus kita patuhi, tetapi ketundukan kepada mereka yang memiliki otoritas, dapat dijadikan kesempatan untuk memuliakan Allah. Kita  tunduk bukan saja karena orang yang berotoritas itu bersikap benar dan adil, atau karena mereka melindungi kita. Seperti apa pun pemerintah yang berotoritas, kewajiban orang beriman pada kepercayaan apapun adalah tunduk, walaupun kita menilai bahwa mereka tidak layak menerimanya, atau karena orang yang duduk di pemerintahan bukanlah orang yang kita pilih melalui cara yang wajar. Kita tunduk karena posisi yang Tuhan berikan kepada mereka. Kita tunduk karena kita mematuhi Tuhan, dan sebagai bukti kepatuhan itu, maka kita menghargai mereka yang dipercayakan dalam mengemban amanat untuk mensejahterakan rakyat.  Mungkin saja pihak yang berotoritas tidak melakukan tugas dan tanggung jawab mereka dengan baik, tetapi pada suatu saat mereka harus memberikan pertanggungjawaban kepada Allah. Kita pun harus memberi pertanggungjawaban mengenai ketaatan kita kepada Allah dalam hal tunduknya kita kepada pihak yang berotoritas tersebut. 
(Pdt.Dermawisata J.Baen, M.Th)