Kebanyakan orang merasa malu mengakui kesalahannya di hadapan orang lain, karena dengan mengakui kesalahan, sama halnya dengan mengakui dosanya sendiri. Tetapi ia tidak sadar, sepanjang kesalahannya tidak diakui, maka komonikasi yang dibangunnya dengan orang lain di sekitarnya tidak akan dapat berjalan lancar. Kebiasaan ini sering kali terbawa hingga saat kita berkomonikasi dengan Tuhan secara pribadi melalui doa kita. Kita ingin menjalin komonikasi dengan Tuhan melalui doa kita, tetapi perbuatan dosa juga tetap kita lakukan. Karena itu, tidak heran bila permohonan kita tidak direspon oleh Tuhan karena permohonan itu ada yang menghalanginya. Apa penghalang doa kita kepada Tuhan? Nabi Yesaya berkata, ”Sesunguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk
menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar,
tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala
kejahatanmu…” (Yesaya 59:1-2). Kalau demikian, sebelum kita berkomonikasi dengan Tuhan maka dosa kita
mesti diakui dulu di hadapan Tuhan. Mengapa doa pengakuan dosa itu
penting?
Pertama, karena doa pengakuan dosa adalah sebuah “jembatan” untuk
berdialog dengan Tuhan. Bagaimana mungkin kita berdoa kepada Tuhan
dengan bergelimang dosa dan dosa itu tidak diakui. Doa adalah
pembicaraan pribadi kita dengan Tuhan. Kalau kita berdoa dalam gelimang
dosa, maka sama halnya komunikasi kita dengan Tuhan bersifat monolog
bukan dialog. Komunikasi yang monolog dengan Tuhan adalah komunikasi
yang terputus, karena dosa telah memisahkan kita dengan Allah.
Kedua, pengakuan dosa adalah sebuah pernyataan di hadapan Allah bahwa
diri kita bersedia untuk mengubah nilai-nilai yang kita anut yang tidak
sesuai dengan kehendak Allah dan mulai memperhatikan hubungan dengan
sesama.
Aktor film terkenal Sylvester Stallone pernah berkata dengan
jujur dalam sebuah wawancara, Seandainya saya menonton film tentang
kehidupan nyata pribadi saya, saya akan geleng-geleng kepala karena
putus asa dan heran. Hidup saya bagaikan film komedi kesalahan.”
Stallone, dikagumi karena keberhasilannya dalam memerankan tokoh bernama
Rocky dan Rambo. Namun kehebatannya di dalam film sangat berbeda dengan
kehidupan pribadinya yang sebenarnya. Bayangkan jika seandainya hidup
nyata kita sehari-hari difilmkan. Bukankah film itu akan menampilkan
kehidupan seorang berdosa yang tidak bertingkah laku selayaknya pengikut
Kristus? Apakah kita akan menyembunyikan beberapa babak kehidupan kita
itu? Ataukah kita justru termotivasi, seperti yang dikatakan Stallone,
untuk mengubah nilai-nilai yang kita anut dan mulai memperhatikan
“hubungan dengan sesama. Sebelum kita berani mengakui dosa kita di
hadapan Allah, maka kita tidak akan bernai juga untuk mengakui kesalahan
kita di hadapan manusia. Karena itu, mari kita senantiasa mengakui
dosa-dosa kita di hadapan Allah dengan sungguh-sungguh, agar kita
termotivasi untuk mengubah sifat-sifat kita yang tidak berkenan terhadap
sesama.
(Pdt. Dermawisata J. Baen)